Penyelesaian Pengungsi Harus Terpadu Antar Negara

Dibaca: 686 Oleh Tuesday, 21 June 2016Berita
Penyelesaian Pengungsi Harus Terpadu Antar Negara

Sekitar lebih dari 65 juta orang melakukan perpindahan terpaksa pada tahun 2015. Angka ini melampaui jumlah manusia yang melakukan perpindahan secara terpaksa pada tahun 2014 yang berjumlah lebih dari 59 juta orang. UNHCR mencatat bahwa adanya konflik dan situasi politik yang dramatis di berbagai wilayah seperti Somalia, Afghanistan, Yaman dan Suriah yang menyebabkan meningkatnya angka tersebut.

Dari angka diatas tercatat lebih dari setengah pengungsi di dunia terdiri dari anak-anak, yang kebanyakan terpisah dari keluarganya atau bepergian sendirian. Hal ini menggambarkan tragisnya perpindahan secara terpaksa ini dalam mempengaruhi kehidupan anak-anak.

Dalam laporan Tren Global tahunan UNHCR tercatat tiga negara sebagai penyumbang terbesar pengungsi dunia, yaitu Suriah dengan 4,9 juta, Afghanistan dengan 2,7 juta dan Somalia dengan 1,1 juta. Ketiga negara tersebut menghasilkan setengah pengungsi di bawah mandat UNHCR di seluruh dunia.

Indonesia telah menyatakan kesediaannya menerima pengungsi dan pencari suaka, meski Indonesia tidak terikat Konvensi Tahun 1951 tentang Pengungsi. Hal ini merupakan tanggung jawab moral bangsa Indonesia terhadap para pengungsi. Meski masalah pengungsi sangat kompleks, termasuk soal isu keamanan, namun Indonesia bergegang teguh atas dasar kemanusiaan. Untuk itu Indonesia menerima lebih dari kapasitasnya dalam menampung jumlah pengungsi sebanyak 13,745 orang.

Isu perpindahan secara terpaksa ini telah dihadapi negara-negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Perpindahan tersebut melibatkan tiga pihak yaitu: negara asal pengungsi, negara transit dan negara tujuan.

“Maka dari itu, krisis pengungsi ini tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu negara saja, karena merupakan isu lintas negara,” ujar Deputi bidang Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam Lutfi Rauf, saat membacakan pidato dari Menko Polhukam pada acara penghargaan UNHCR kepada Indonesia, di Goethe Institute, Jakarta (20/6).

Sementara itu, Komisioner Tinggi Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Filippo Grandi menambahkan bahwa meski kondisi politik di beberapa negara tertentu mengakibatkan perbedaan pendapat dalam hal pemberian suaka, namun diharapkan perbedaan itu tidak menepiskan semangat kebersamaan demi kepentingan kemanusiaan.

“Kesediaan dari negara-negara untuk saling bekerja sama, tidak hanya untuk pengungsi tapi juga untuk kepentingan kolektif kemanusiaan, adalah beberapa hal yang sedang diuji saat ini, oleh karena itu semangat kebersamaan saat ini sangat penting,” tegas Filippo saat menutup acara.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel