Ketimpangan Ekonomi Picu Rentetan Konflik

Dibaca: 1168 Oleh Friday, 29 April 2016Berita
Bangun Jiwa Bangsa, Proses Sepanjang Masa

Jakarta, polkam.go.id –

Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, konflik terjadi bukan karena persoalan perbedaan melainkan karena adanya ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ini menimbulkan kecemburan sosial, dan kondisi ini menjadi mudah untuk membenturkan satu dan lainnya.

“Banyak kasus terjadi saya amati, terjadinya konflik dan intoleransi itu bukan didasari adanya perbedaan agama, bukan didasari pada perbedaan suku, tapi karena kecemburuan sosial. Kemudian dikelolalah kecemburuan itu, untuk dibentur-benturkan diantara kelompok-kelompok masyarakat” tegasnya.

Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dalam pidato sambutannya di Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Memperteguh Kebhinekaan Dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara, di Hotel Royal Kuningan, Jakarta pada hari Kamis (28/4).

Menurutnya ketimpangan sosial terjadi di depan mata, dan ketimpangan tersebut dihadap-hadapkan pada kehidupan konsumerisme. Terlebih masih banyaknya kasus-kasus korupsi, dan hal ini menyakiti masyarakat Indonesia.

“Ketimpangan sosial itu masih terjadi di depan mata kita, dimana kemiskinan masih menghampiri masyarakat kita. Kemudian dihadap-hadapkan dengan gaya hidup konsumerisme, gaya hidup hedonisme, gaya hidup orang-orang kaya, dan mental-mental koruptor yang menyakiti hati rakyat” ujar Wakil gubernur dalam acara tersebut.

Ia melihat bahwa sebagian masyarakat Indonesia sudah mulai kehilangan jati dirinya. Sementara itu dalam acara yang sama, Deputi VI Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Arief P. Moekiat mengatakan  agar tidak terjadi ketimpangan sosial, kehidupan antar warga harus diperkuat dengan keharmonisan melalui Bhineka Tunggal Ika. Menurut Deputi VI, ketimpangan sosial dapat menimbulkan konflik sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya dan kepentingan.

Faktanya, Indeks rasio gini Indonesia atau indeks yang mengukur ketimpangan ekonomi Indonesia, tahun 2015 turun menjadi 0,40 dari 0,41 ditahun sebelumnya. Saat ini pemerintah menargetkan agar rasio gini dapat turun di bawah angka 0,40 yakni di angka 0,39 pada tahun 2016.

Forum yang membahas strategi memperteguh kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa tersebut dihadiri oleh 150 peserta, dan materi forum diisi oleh sejumlah tokoh, yakni ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari, budayawan, Franz Magnis-Suseno, dan staf ahli Polri BJP. Anang Pratanto.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel